Penyelidikan van Vollenhoven serta sarjana-sarjana lain membuktikan bahwa wilayah hukum adat Indonesia itu tidak hanya terbatas pada wilayah Republik Indonesia, akan tetapi sampai pada kepulauan Nusantara kita. Hukum adat Indonesia tidak saja bersemayam dalam perasaan hati nurani orang Indonesia yang menjadi warga-warga (Republik) Indonesia (staatsrechtelijk Indonesier) di segala penjuru Nusantara kita, tetapi juga tersebar dan memencar sampai di gugusan kcpulauan Filipina dan Taiwan di sebelah utara, yaitu Pulau Malagasi (Madagaskar) di sebelah Barat Lautan Hindia dekat pantai Afrika, dan berbatas di sebelah Timur sampai dekat Amerika Selatan di kepulauan Pass, dianut dan dipertahankan oleh orang Indonesia yang termasuk golongan ethnologisch lndonesier.
Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (adat). Inilah suatu kenyataan umum, di seluruh dunia. Tidakkah Cicero lebih kurang 2000 tahun yang lalu telah mengikrarkan dalam bahasanya, yaitu dalam bahasa latin, kata-kata yang tahan zaman: ubi societas, ibi ius. Dalam zaman modern, kenyataan ini ditegaskan dengan penuh keyakinan oleh mazab Ethnologische Jurisprudenz, pelopornya, yaitu A.H. Post mengikrarkan dalam bahasa Jerman, kalimat: Es gibt kein Volk der Erde, welches nicht die Anfange eines Rechtes besasse, Van Apeldoorn mengulangi kata-kata Post itu dalam bahasanya sendiri: Recht is er over de gehele wereld, averal waar een samenleving van mensen is.
Seperti halnya dengan semua sistem hukum dibagian lain di dunia, maka hukum adat itu senantiasa tumbuh dari sesuatu kebutuhan hidup yang nyata, cara bidup dan pandagan hidup, yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat berlaku. Tidak mungkin suatu hukum tertentu yang asing bagi masyarakat itu dipaksakan atau dibuat, apabila hukum tertentu yang asing itu bertentangan dengan kemauan orang terbanyak dalam masyarakat yang bersangkutan atau tidak mencukupi rasa keadilan rakyat yang bersangkutan, pendeknya: bertentangan dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan.
Jadi, kita tidak boleh meninjau hukum adat Indonesia terlepas dari apa yang dinamakan von Savigny, Volksgeist, geestesstructuur, grondstructuur masyarakat Indonesia, dari sudut cara berpikir yang khas orang Indonesia yang terjelma dalam hukum adat itu. Kita juga tidak boleh lupa struktur rohaniah masyarakat Indonesia yang bersangkutan.
Tetapi tidak semua perubahan dalam jiwa dan struktur masyarakat merupakan perubahan fundamental, yang melahirkan suatu jiwa dan struktur yang baru masyarakat itu. Masyarakat adalah sesuatu yang kontinu. Masyarakat berubah, tetapi tidak dengan meninggalkan sekaligus nilai-nilai yang lama. Melainkan, walau ada perubahan, masih juga beberapa hal-hal yang lama diteruskan. Karl Mannheim berkata: "We must not overshoot the fact that even in so•called revolutionary periods the old and the new are blended". Jadi, dalam suatu masyarakat terdapatlah realitas bahwa sesuatu proses perkembangan] mengatur kembali yang lama dan menghasilkan sintese dari yang lama dan yang baru sesuai dengan kehendak, kebutuhan, cara hidup dan pandangan hidup suatu rakyat. Mengenai perkembangan hukum, perubahan dari yang lama dan lahirnya yang baru, sintese dari yang lama dan yang baru, dari zaman ke zaman, von Savigny pernah mengatakan bahwa perkembangan hukum itu bagi rakyat yang bersangkutan adalah das leben der Nation selbst.
Dr. Holleman, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul De Commune trek in Indonesische rechtsieven, menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan. yaitu sifat religio-magis., sifat komun, sifat contant dan sifat konkret.
"Religio-magis" itu sebenarnya adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain. Koentjaraningrat dalam tesisnya menulis bahwa alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan khusus.
b. gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda- benda;
c. kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa, binatang yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa dan suara yang luar biasa;
d. anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai magische kracht dalam berbagai perbuatan••perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib;
e. anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timhulnya berbagai macam bahaya yang hanya dapat dihindari dengan berbagai macam pantangan.
Holleman, yang pendapatnya dikutip oleh Koentjaraningrat mengemukakan, bahwa sifat komunal (commune trek) _ dalam hukum adapt berarti bahwa kepentingan individu dalam hukum adat selalu diimbangi oleh kepentingan umum, bahwa hak-hak individu dalam hukum adat diimbangi oleh hak-hak umum. Dengan mentalitas itu, segal a penilaian, pembuatan keputusan dan t:ekanan dalam
Sifat contant, yaitu sifat tunai yang mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata, suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapkan yang diharuskan oleh adat.
Cara berfikir yang keempat yaitu sifat kongkret yaitu bahwa dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan dlsahakan supaya hal-hal yang dimaksud, diingini, dikehendaki atau akan dikerjakan, ditransformasikan atau di beri wujud sesuatu benda, di beri tanda yang kelihatan, baik berupa langsung maupun hanya menyerupai objek yang dikehendaki (simbol, benda yang magis, dan lain-Iain).
Oleh Ter Haar dalam karangan Halverwege de nieuwe adatrechtpolitiek, yang ditulisnya pada tahun 1939, dibuat suatu penjumlahan (opsomming) sebagai berikut :
Peradilan adat di daerah yang secara langsung diperintah (inheemse rechtspraak in rechtstreeks bestuurd gebied) diberi beberapa aturan-aturan dasar (basis-regelingen) dalam ordonansi tertanggal 18 Februari 1932, yang diundangkan dalam Ind. Stbl. nr. 80 Regeling van de inheemsche rechtspraak in rechtstreeks bestuurd gebied dan peraturan-peraturan penyelenggaraannya (uitvoeringsregelingen) dibuat oleh residen setempat.
Peradilan swapraja diberi beberapa aturan-aturan dasar dalam Zelfbestuursregelen 1938, yang diundangkan dalam Ind. Stbl. nr. 529, dalam Lang Contract dan dalan peraturan-peraturan daerah swapraja yang bersangkutan serta peraturan-peraturan yang dibuat oleh residen setempat.
Hakim desa (dorpsrechter) diberi pengakuan perundang-undangan (wettelijke erkenning) dalam Ind. Stbl. 1935 nr. 102, yang menyisipkan Pasal 3a dalam RO.
Di samping aktivitas dalam bidang legislatif, oleh pemerintah Hindia-Belanda diadakan pula penyelidikan tentang hukum adat di bcberapa daerah, yang hasilnya dipublikasi dalam laporan. Karena penyelidikan tentang hukum adat ini diasuh oleh pemerintah, maka ter Haar menyebut publikasi hasil penyelidikan tentang hukum adat tersebut suatu regeringsdaad.
VII
Pada zaman sesudah Perang Dunia II, terutama pada zaman revolusi fisik antara tahun 1945 dan tahun 1950 dan pada beberapa tahun pertama sesudah tahun 1950 itu yaitu pada zaman yang diperlukan untuk mengkonsolidasi segala yang telah diperoleh sebagai hasil revolusi tisik antara talun 1945 dan tahun 1950, kegiatan menyelidiki dan rnempelajari hukum adat sangat berkurang dibandingkan dengan kegiatan yang ada di zaman sebelum Perang Dunia II.
Konsepsi Prof. Mr. Dr. Soepomo yang diumumkannya dalam pidato dies natalias pertama Universitas Gajahmada Yogyakalia pada tanggaI 17 Maret 1947. Dari karangan Utrecht tentang Resepsi hukum Belanda (Dalam sejarah dan pada waktu sekarang) yang mengadakan peninjauan atas konsepsi Prof. Soepomo itu,.
Oleh Soepomo dalam pidato dies yang telah menjadi termasyhur itu, dikemukakan antara lain:
I. berdasarkan: a.) perubahan•perubahan yang dimaksudlkan oleh pelopor-pelopor revolusi kita, ialah terlaksanakannya satu negara merdeka, yang mempunyai susunan serta alat-alat modern, seperti bentuk susunannya para negara demokratis modern di dunia Barat, setia terbentuknya suatu masyarakat yang mempunyai susunan serta alat-alat ekonomi modern. Juga segala golongan menghendaki tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk memodernisir negara dan masyarakat Indonesia kita membutuhkan tata hukum baru yang memenuhi segala kebutuhan hukum yang timbul daripada kehidupan modern itu, b.) hal untuk kehormatan negara kita di dalam dunia internasional, kita harus mempunyai tata hukum yang kualitasnya adalah sejajar dengan tata hukum dari Negara-negara yang beradab, c.) hal susunan ekonomi baru, cita-cita industrialisasi, perhubungan dagang dengan luar dan sebagainya akan meminta terbentuknya hukum-sipil di negara kita, yang sesuai dengan hukum sipil di negara-negara modern. Juga revolusi sosial yang sedang berjalan di negeri ini, yang menghendaki perbaikan kehidupan kaum buruh dan kaum tani meminta pula dibentuk hukum pekerja serta hukum pertanian baru yang sesuai dengan cita-cita keadilan sosial untuk seluruh- rakyat, dan d.) dengan tetap berdirinya Indonesia sebagai negara yang merdeka, dengan kembalinya kedaulatan negara kepada bangsa Indonesia, maka bangsa kita, yang sekarang dapat menentukan nasibnya menurut kemauannya sendiri, dengan penuh kemerdekaan akan dapat menetapkan bagaimana akan dipakai 100% kepentingan negara dan bangsa kita sendiri.
II. Maka dari itu berhubung dengan perubahan di daIam kedudukan bangsa Indonesia ini, (maka) bukan lagi konkordansi dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda akan menjadi pusat perhatian Pemerintah Indonesia, bahkan sebaliknya, bagaimana akan hukum bangsa Indonesia dihari kemudian, berhubung dengan cita-cita bangsa Indonesia dihari kemudian, berhubung dengan cita-cita kita untuk hiclup bergaul dengan bangsa••bangsa merdeka lain atas dasar persamaan didalam dunia internasional, yang menjadi soal pertama.
III. tetapi untuk kcpentingan-kepentingan masyarakat yang rnendesak itu, kita tidak dapat menunggu akan tumbuhnya hukum adat baru, bahkan kila harus campur tangan dalam kecerdasan masyarakat dengan segera membentuk kodifikasi, yang memuat hukum modern yang dibutuhkan;
IV. dan kodifikasi itu sebanyak-banyaknya harus bersifat satu unifikasi, karena alangkah baiknya jika kita dapat mempunyai suatu kesatuan hukun sipil modern untuk segala golongan •warga•negara dari bangsa apapun, suatu sistem hukum yang mcmenuhi segala aliran yang modern didunia.
V. selanjutnja unifikasi itu terutama dalam hukum kekayaan bahkan di dalam lapangan kontrak, lapangan pekerja dan lapangan pertanian, kita harus mendorong rakyat Indonesia ke arah hukum baru, yang berasal dari dunia luar dan yang akan dibuat bedaku untuk segala golongan dan bangsa apapun. Yang menjadi cerminnya ialah kodifikasi modern negeri Swis, sebagai telah dianjurkan juga oleh van Vollenhoven (Adatrecht, II, hal 866);
VI. akhirnya hukum adat masih tetap akan meminta perhatian para pembangun negara kita, baik untuk memberi bahan-bahan di dalam pembentukan kodifikasi, maupun untuk langsung dipakai di dalam lapangan yang belum mungkin dikodifisir, bahkan dimana telah dapat diadakan kodifikasi, hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tidak tertulis akan tetap menjadi sumber dari hukum baru dalam hal-hal yang tidak atau belum ditetapkan dengan undang-undang.
Inti anggapan Prof. Soepomo ialah sudah scmestinya masyarakat dan negara Indonesia menjadi masyarakat yang modern. Hukum modern itu bukan hukum Belanda tetapi hukum yang memuat asas-asas modern universal.
Sebagai pelaksanaan Landreform dan Landuse, maka pada tahun-tahun 1960 dan 1961 dibuat peraturan-peraturan perundang-undangan yang melahirkan suatu rezim hukum tanah baru yang mengganti rezim hukum tanah lama yang berdasarkan perundang-undangan agraria tahun 1870, undang-undang dan rangkaian peraturan-peraturan baru itu adalah:
1. Undang-undang tabun 1960 nr. 2, LN nr 2, tentang Perjanjian Bagi-Hasil
2. Keputusan Menteri Muda Agraria nr Sk. 322 Ka 1960 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.2 Tahun 1960, dimuat dalam Tambahan LN nr 1935
3. lnstruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria terangga128 Oktober 1960.
4. Undang--undang tahun 1960 nr 5, LN nr 104, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria -- terkenal sebagai Undang-undang Pokok Agraria.
5. Peraturan Menteri Agraria tahun 1960 nr 2 tentang Pelaksanaan beberapa ketentuan Undang-undang Pokok Agraria, dimuat dalam Tambahan LN nr 2086.
6. Peraturan Menteri Agraria tahun 1960 nr 5 tentang Penambahan ketentuan Peraturan Menteri Agraria No. 2/1960, dimuat dalam Tambahan LN nr.
7. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang tahun 1960 nr 56, LN nr 174, tentang Penetapan luas tanah-pertanian
8. Keputusan Menteri Agraria nr Sk. 978 Ka 1960 tentang Penegasan luas maksimum tanah pertanian", yang disampaikan kepada semua Gubernur Kepala Daerah, semua Bupati Walikota Kepala Daerah dan semua penjabat-penjabat Agraria dalam Instruksi bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tertanggal 5 Januari 1961.
9. Peraturan Pemerintah tahun 1961 nr 10, LN nr 28, tentang Pendaftaran tanah.
10. Keputusan Menteri Agraria nr Sk. 115 Ka 61 tentang Memperpanjang jangka waktu pendaftaran.
11. Keputusan Menteri Agraria nr Sk. 113 Ka 61 tentang Panita-panitia pemeriksaan tanah.
12. Keputusan Presiden tahun 1961 nr 131 tentang Organisasi penyelenggaraan Landreform.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar